Media Sharing, Informasi masalah Hukum, Keislaman, Tips dan Bisnis

Cara menghitung arah kiblat dengan rumus Trigonometri

Arah kiblat adalah arah yang menuju ke bangunan ka'bah yang berada di makkah, yang dijadikan kiblat oleh umat Muslim di dunia.

Indonesia adalah negara yang letaknya jauh dari kota makkah yang memaksa harus adanya perhitungan dan pengukuran dalam menentukan arah Kiblat ini.

Ilmu Falak


Ada beberapa metode yang bisa dilakukan untuk menghitung dan mengukur arah kiblat. di dalam artikel ini akan saya jelaskan cara perhitungan arah kiblat dengan menggunakan rumus Trigonometri.

Baik langsung saja ke pembahasannya.

Menghitung arah kiblat dengan menggunakan rumus Trigonometri

Untuk menghitung arah kiblat menggunakan rumus trigonometri ini tentunya perlu data-data yang mendukung pada saat perhitungannya, adapun data-data yang dibutuhkan pada saat akan melakukan perhitungan adalah :

(ϕt) = .............

(λt) = .............

(ϕk) = 21°25’21,04”

(λk) = 39°49’34,33”

SBMD = ............

Ket :

(ϕt) = Lintang Tempat

(λt) = Bujur Tempat

(ϕk) = Lintang Ka’bah

(λk) = Bujur Ka’bah

SBMD = Selisih Bujur Makkah Daerah

Baca juga : Seputar Arah Kiblat

Perlu diketahui bahwa sebelum melakukan perhitungannya harus ada data di atas terlebih dahulu. Adapun data ϕk dan λk itu sudah baku/tetap angkanya jadi tidak perlu diubah lagi, angka ini merupakan hasil riset Kyai Slamet Hambali pada saat beliau melaksanakan ibadah haji ke tanah suci, lalu beliau menaruh aplikasi google earth di atas ka'bah (persis di tengah-tengah di atas ka'bah) dan muncul lah angka tersebut.

Lalu untuk data ϕt dan λt itu bisa diketahui dari aplikasi GPS Test dan harus diingat bahwa untuk angka ϕt  harus negatif (-) meskipun nanti di GPS Test menunjukan angka positif, kenapa ϕt harus negatif ? ini harus negatif karena pada dasarnya letak Indonesia ini berada di bawah garis khatulistiwa atau melewati garis katulistiwa.

Rumus :

Cotan B = Tan ϕk x Cos ϕt : Sin SBMD - Sin ϕt : Tan SBMD

Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah :

1. Download Aplikasi GPS Test

Anda bisa mendownload aplikas GPS Test di Play Store di Hp Android anda.

2. Mencari Angka ϕt dan λt

Untuk mencari angka ini tidak terlalu rumit, anda cukup membuka aplikasi GPS Test, akan tetapi anda sebelumnya aktipkan terlebih dahulu mode GPS yang ada di Hp anda jangan lupa data selullar juga diaktipkan, tunggu sampai tampilan di GPS Test menjadi 3D Fix, lalu anda bisa lihat di bagian penampilan lintang dan bujur. disana akan muncul dua baris angka, artinya angka yang di atas menunjukan lintang dan di bawahnya angka bujur. 

3. Mencari SBMD

Untuk mencari SBMD caranya bagaimana ? caranya adalah λt - λk gampangnya untuk mencari selisih adalah dengan mengurangi angka terbesar dengan angka terkecil, Maka tinggal kurangi saja λt - λk .

4. Masukan Rumus

Cotan B = Tan ϕk x Cos ϕt : Sin SBMD - Sin ϕt : Tan SBMD

Data sudah lengkap, selanjutnya tinggal masukan saja angka data-datanya, angka yang muncul hasil dari pada perhitungan rumus di atas itu adalah arah kiblatnya.

Agar lebih faham akan saya coba dengan data di bawah ini :

Contoh

Data ini saya ambil dari aplikasi GPS Test, lokasi di Pondok Pesantren Al-Ihya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon dengan rincian data sebagai berikut :

Ilmu Falak

Gambar : Data diambil dari aplikasi GPS Test


Di atas adalah tampilan Aplikasi GPS Test bagian penampilan lintang dan bujur. Maka jika diuraikan sebagai berikut :

(ϕt) = -6044'28,893"

(λt) = 108032'05,298"

(ϕk) = 21°25’21,04”

(λk) = 39°49’34,33”

SBMD :
λt - λk 
= 108032'05,298" - 39°49’34,33”
= 68042'30,97" (Ini angka SBMD)


Cotan B
= Tan ϕk x Cos ϕt : Sin SBMD - Sin ϕt : Tan SBMD
= Tan 21°25’21,04” x Cos -6044'28,893" : Sin 68042'30,97" - Sin -6044'28,893" : Tan 68042'30,97"
65°6’43,86” (Ini adalah arah kiblatnya ditarik dari utara ke barat)

Baca juga : Perbedaan Kiblat dab Ka'bah

Dan untuk selanjutnya hasil perhitungan ini bisa dilakukan pengukuran arah kiblatnya entah itu dengan menggunakan alat seperti busur derajat, segitiga kiblat dan lain sebagainya.

Catatan : Apabila anda kesulitan dalam melakukan perhitungan, bisa dibantu dengan menggunakan kalkulator saintific, bisa anda download di Hp anda.

Cara menggunakan kalkulatornya :

Tekan Shift Tan ( masukan data )X-1 =

5. Azimuth kiblat
Untuk Azimuth kiblat ini gampang saja, tinggal 360 derajat dikurangi Cotan B
jadi, Azimuth = 360 - 65°6’43,86”
                       = 294° 53' 16.1" (maka ini adalah nilai Azimuthnya)

Gimana sangat mudah bukan ? selamat mencoba, semoga bermanfaat.

Terimakasih...
Share:

Hak Muslim terhadap sesamanya

 Tak sedikit umat muslim yang tidak menyadari hak, kewajiban dan adab kepada sesama muslim. Padahal agama islam juga mengatur hubungan kepada sesama manusia termasuk kewajiban , adab dan hak sesama muslim




-Kewajiban seorang muslim

Mengutip hadits nabi Muhammad s.a.w didalam kitab shohih bukhori dan muslim yang menyebutkan kewajiban sesama muslim ada 5:

1)menjawab salam

2)menjenguk orang sakit

3)mengantar jenazah

4.) mendoakan yang bersin

5) memenuhi undangan

Dalam redaksi lain dijelaskan bahwa kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya ada 7; 

1.)mengantar jenazah

2.) menyambangi orang sakit/membesuk orang sakit

3.) memenuhi undangan

4.)menolong orang teraniaya

5.) menepati sumpah/janji

6.) membalas salam

7.) mendoakan orang yang bersin(H.R bukhori no 227)

- adab sesama muslim  

Terdapat banyak adab sesama muslim yang perlu diperhatikan ,salah satunya ketika menguap,berikut ini adab untuk menguap;

menahan semampunya saat menguap(H.R MUSLIM)

menutup mulut dengan tangan (H.R abu dawud)

melembutkan suara saat sedang menguap(H.R tirmidzi)

-Hak muslim terhadap muslim yang lainnya

 Mengutip salah satu hadits dari abu khurairah hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim nomor 2162 bab adab adab kitab bulughul marom dan kitab mukhtarol hadits menyebutkan bahwa hak seorang muslim kepada muslim yang lain ada 6;

1)jika engkau bertemu maka ucapkanlah salam kepadanya

2)jika ia mengundangmu maka penuhilah undanganya

3)apabila ia meminta nasihat darimu maka berilah nasihat oleh mu

4)apa bila dia bersin lalu memuji alloh (mengucapkan Alhamdulillah)maka doakanlah dengan yarhammukalloh <dalam redaksi ada penambahan yaitu yahdikumulloh dan wayusrih balakum> )

5.)kalau dia sakit hendaklah membesuknya

6)dia meninggal dunia maka ikutilah jenaazahnya (H.R muslim no 2162 bab adab kitab bulughul marom dan mukhtarol hadits)


Linardo Indra


Share:

Tips sebelum membuat Design

 Haloo Sobat.. Selamat Pagi, Selamat Siang, Selamat Sore bahkan Selamat Malam untuk kalian semua, semoga kalian selalu dalam keadaan sehat, Amiien..

Baik Sobat, dalam postingan ini saya akan mencoba memberikan beberapa Tips atau Cara untuk Sobat semua sebelum membuat suatu Design / Mendesign, karena pada dasarnya sebelum membuat suatu Design, baik itu membuat brosur, pamflet dan lain sebagainya, ada beberapa hal yang mesti sobat semua perhatikan guna ketika pada saat Mendesign sobat semua tidak terhambat oleh sesuatu yang sobat tidak tau, dan ini merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh seorang Designer Grafis.

Ilmu Falak

Langsung saja, Tips atau langkah awal sebelum membuat design yang harus dilakukan oleh seorang designer adalah:

Pertama,

Berdo'a, Alangkah baiknya sebelum mendesign seorang designer Berdoa terlebih dahulu, tips yang pertama ini memang terlihat sepele, namun jika sobat teliti bahwa ada satu ungkapan suatu usaha tanpa disertai Do'a sama dengan sombong, pun ketika Do'a tanpa adanya usaha sama dengan bohong. Jadi kiranya penting bagi sobat semua sebelum Mendesign agar terlebih dahulu membaca Do'a guna usaha/kegiatan sobat semua selalu diridhai Tuhan. Untuk metode berdoa itu sendiri saya kembalikan kepada kepercayaan masing-masing.

Kedua,

Memilih jenis perangkat lunak, perkembangan teknologi informasi dalam bidang pengembangan perangkat lunak aplikasi (perangkat lunak) Design, Internet dan Teknologi digital lainnya pada masa sekarang memaksa munculkan media atau aplikasi baru. Oleh karena itu banyak pilihan bagi sobat semua dalam menentukan aplikasi yang nantinya akan sobat gunakan pada saat membuat Design. Akan tetapi secara umum aplikasi (perangkat lunak) Design Grafis dibedakan ke dalam dua bagian: 1. berbasis vector dan yang ke 2. berbasis bitmap.

Pengertian Design Grafis Vector adalah Design Grafis yang berbasis besaran dan arah atau magnitude dan direction. Sedangkan Design Grafis yang berbasis Bitmap adalah Design Grafis yang memiliki berjuta-juta titik atau pixel. Salah satu contoh perbedaannya adalah jika Gambar berbasis Vector diperbesar maka gambar tersebut akan tetap jelas, sedangkan yang berbasis bitmap ketika diperbesar maka akan nampak kabur atau kualitas gambar pecah.

Berikut adalah nama-nama perangkat lunak untuk Design Grafis :
Vector : CorelDraw, FreeHand dan Adobe Illustrator.
Bitmap : Paint, Photoshop, Corel Photopaint dan Gimp.
Dari nama-nama di atas silahkan sobat pilih salah satu yang cocok untuk sobat gunakan pada saat Mendesign.

Ketiga,

Menetapkan Perangkat Lunak, artinya adalah sobat harus mengetahui fitur atau peranti yang ada di dalam perangkat lunak tersebut, agar fasilitas dalam perangkat lunak itu digunakan secara optimal sesuai fungsinya. Bila sobat memilih untuk menggunakan CorelDraw maka sobat harus mengetahui terlebih dahulu peranti atau fitur yang ada di dalam CorelDraw, pun sebaliknya ketika sobat memilih untuk menggunakan PhotoShop. Demikian cara ini bisa meminimalisir hambatan yang terjadi pada saat sobat Mendesign.

Itulah sobat kiranya Tips yang saya berikan, jelasnya dari tips di atas kita bisa mengetahui hal terpenting yang harus dilakukan dan langkah awal yang harus dilakukan oleh soerang designer sebelum membuat sebuah design. semoga bermanfaat.

Terimakasih...
Share:

Sejarah shalat menghadap kiblat

Kenapa shalat harus menghadap ke ka'bah?

Sering kali kita dihadapkan dengan sebuah pertanyaan seperti di atas, wajar saja bila ada orang yang bertanya seperti itu, karena demikian merupakan bukti bahwasannya manusia adalah makhluk yang berfikir dan ini juga merupakan bukti bahwa Allah memberikan akal dan fikiran kepada manusia untuk digunakan.

Menyikapi pertanyaan di atas barang tentu tidak terlepas dari awal dulu bagaimana prosesi Rosul mencontohkan shalatnya harus menghadap ka'bah. Maka di sini saya akan membahas sedikit banyaknya sejarah awal mula shalat menghadap ka'bah yang saya ambil dari beberapa sumber, agar kiranya dapat memberikan alasan dan jawaban atas pertanyaan di atas.

Baiklah kira-kira sejarahnya seperti ini:

1. Sejarah ka’bah

Di zaman sekarang ka’bah merupakan tempat peribadatan paling terkenal dalam islam, biasa disebut dengan baitullah, juga merupakan bagian penting bagi seorang muslim dalam melakukan ibadah. (Miftahudin, 2018). Dalam The Encyclopedia Of Religion dijelaskan bahwa banguna ka’bah ini merupakan bangunan yang dibuat dari batu-batu (granit) Makkah yang kemudian dibangun menjadi bangunan berbentuk kubus (cube-like building) dengan tinggi kurang lebih 16 meter dan lebar 11 meter. (Izzudin, 2017)

Batu-batu yang dijadikan bangunan ka’bah saat itu diambil dari lima sacred mountains, yakni: Sinai, al-judi, hira, olivet dan Lebanon. Nabi Adam AS dianggap sebagai peletak dasar bangunan ka’bah di bumi karena menurut yaqut al-hamawi (575 H/1179 M. Ahli sejarah dari irak) menyatakan bahwa bangunan ka’bah berada di lokasi kemah Nabi Adam AS setelah diturunkan Allah dari surga ke bumi. Setelah Nabi Adam AS wafat, bangunan itu diangkat ke langit. Lokasi itu dari masa ke masa diagungkan dan disucikan oleh umat para nabi.

Pada masa nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS, lokasi itu digunakan untuk membangun sebuah rumah ibadah. Bangunan ini merupakan rumah pertama yang dibangun, berdasarkan QS. Ali-Imran: 96.

انَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِنّاَسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَرَكاً وَهُدًى لِلْعَالَمِيْنَ

“sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah baitullah yang di bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS. Ali Imran:96) 

Sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Baqarah:125.

وَاِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِنَّاسِ وَاَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ اِبْرَاهِيْمَ مُصَلىً وَعَهِدْنَا اِلىَ اِبْرَاهِيْمَ وَاِسْمَاعِيْلَ اَنْ طَهَّرَا بَيْتِيَ لِطَّائِفِيْنَ وَالْعَاكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ

“Dan (ingatlah) ketika kami menjadikan rumah itu (baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian “maqom ibrahim” tempat shalat. Dan telah kami perintahkan kepada ibrahim dan ismail: “bersihkanlah rumahku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan sujud” (QS. Al-Baqarah:125)

Dalam pembangunan itu, Nabi Ismail AS. Menerima Hajar Aswad (batu hitam) dari malaikat jibril di Jabal Qubais, lalu meletakannya di sudut tenggara bangunan. Bangunan itu berbentuk kubus yang dalam bahasa arab disebut dengan Muka’ab. Dari kata inilah muncul sebutan ka’bah. Ketika itu ka’bah belum berdaun pintu dan belum ditutupi kain. Orang pertama yang membuat daun pintu ka’bah dan menutupinya dengan kain adalah Raja Tuba’ dari Dinasti Himyar (pra islam) di Najran (daerah Yaman).

Setelah nabi Ismail wafat, pemeliharaan ka’bah dipegang oleh keturunannya, lalu Bani Jurhum, lalu Bani Khuza’ah yang memperkenalkan penyembahan berhala. Selanjutnya pemeliharaan ka’bah dipegang oleh kabilah-kabilah Quraisy yang merupakan generasi penerus garis keturunan Nabi Ismail AS.

Menjelang kedatangan islam, ka’bah dipelihara oleh Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW. Ia menghiasi pintunya dengan emas yang ditemukan ketika menggali sumur zam-zam. ka’bah di masa ini, sebagaimana halnya di masa sebelumnya, menarik perhatian banyak orang. Abrahah gubernur Najran, yang saat itu merupakan bagian daerah kerajaan Habasyah (sekarang Ethopia) memerintahkan penduduk Najran, yaitu Bani Abdul Madan Bin Ad-Dayyan yang beragama nasrani untuk membangun tempat peribadatan seperti bentuk ka’bah di makkah untuk menyainginya. Bangunan itu disebut Bi’ah dan dikenal sebagai ka’bah Najran. ka’bah ini diagungkan oleh penduduk Najran dan dipelihara oleh para uskup.

Al-Quran memberikan informasi bahwa Abrahah pernah bermaksud menghancurkan ka’bah di makkah dengan pasukan gajah. Namun pasukannya itu lebih dulu dihancurkan oleh tentara burung yang melempari mereka dengan batu dari tanah berapi sehingga mereka menjadi seperti daun yang dimakan ulat.

Dalam firman Allah SWT. QS. Al-Fiil:1-5.

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيْلِ، اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍ، وَاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيْلَ، تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّلٍ، فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ

“apakah kamu tidak memperhatikan bagaiman tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah? Bukankah dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan ka’bah) itu sia-sia? Dan dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. Al-Fiil:1-5)

ka’bah sebagai bangunan pusaka purbakala semakin rapuh dimakan waktu, sehingga banyak bagian-bagian temboknya yang retak dan bengkok. Selain itu makkah juga pernah dilanda banjir hingga menggenangi ka’bah dan meretakan dinding-dinding ka’bah yang memang sudah rusak.

Pada saat itu orang-orang Quraisy berpendapat perlu diadakan renovasi bangunan ka’bah untuk memelihara kedudukannya sebagai tempat suci. Dalam renovasi ini turut serta pemimpin-pemimpin kabilah dan para pemuka masyarakat Quraisy. Sudut-sudut ka’bah itu oleh Quraisy dibagi empat bagian, tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.

Ketika sampai ke tahap peletakan Hajar Aswad mereka berselisih tentang siapa yang akan meletakannya. Kemudian pilihan mereka jatuh kepada seseorang yang dikenal sebagai al-amiin (yang jujur atau terpercaya) yaitu Muhammad Bin Abdullah (yang kemudian menjadi Rasulullah SAW). Setelah penaklukan kota makkah (Fathul Makkah), pemeliharaan ka’bah dipegang oleh kaum muslimin. Dan berhala-berhala sebagai lambang kemusyrikan yang terdapat disekitanyapun dihancurkan oleh kaum muslimin. (Izzudin, 2017).

Ka’bah, di masa pra islam adalah bangunan sebagai tempat penyembahan di mana bertaburan berhala-berhala. Risalah islam yang dibawa baginda Nabi Muhammad SAW. Menebas habis berhala-berhala tersebut, hingga bangunan ini dijadikan sebagai tempat ibadah dan dijadikan kiblat shalat. (Rakhmadi, 2017).

Baca Juga: Perbedaan Kiblat dan Ka'bah

2. Sejarah Perpindahan Arah Kiblat

Di zaman dulu sebelum Rasulullah SAW. Hijrah dari Makkah ke Madinah, belum ada ketentuan dari Allah SWT. tentang kewajiban menghadap ke arah kiblat bagi orang yang melakukan shalat. Rasulullah sendiri dalam melakukan shalat selalu menghadap ke baitul maqdis atau masjidil Aqsha sebagaimana dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya.

Hal ini dilakukan karena kedudukan baitul maqdis saat itu masih di anggap sebagai tempat paling suci, sedangkan ka’bah masih dikotori berhala-berhala yang ada di sekelilingnya.

Namun demikian dalam sebuah riwayat dijelaskan, meskipun Rasulullah SAW. dalam menjalankan shalat selalu menghadap ke baitul maqdis, beliau selalu menghadap ke baitullah atau masjidil haram ketika berada di Makkah sekaligus menghadap ke baitul maqdis dan dalam hatinya selalu memiliki kecenderungan untuk menghadap ke ka’bah.

Dengan demikian, ketika Rasulullah SAW. berada di Makkah, saat melaksanakan shalat selalu mengambil tempat di sebelah selatan ka’bah, sehingga dapat menghadap ke ka’bah sekaligus menghadap ke masjidil Aqsha. Akan tetapi permasalahan muncul ketika Rasulullah berada di Madinah karena tidak dapat menghimpun kedua kiblat tersebut.

Setelah sekitar 16 atau 17 bulan Rasulullah SAW. selalu shalat menghadap baitul maqdis kemudian turunlah wahyu Allah SWT. yang memerintahkan Rasulullah dan umatnya untuk shalat menghadap ka’bah. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang Islam yang kadar keimanannya lemah memilih kembali kepada kekafirannya dan orang-orang Yahudi sangat benci kepada Rasulullah, karena mereka menganggap bahwa tidak ada tempat paling suci selain baitul maqdis yang merupakan sumber agama yang di bawa oleh para nabi keturunan Israil (Mujab, 2015).

Baca Juga: Cara menghitung dan menentukan arah kiblat dengan rumus Trigonometri

Namun demikian, sebenarnya baitul maqdis dan baitullah di sisi Allah adalah sama mulianya. Pemindahan arah kiblat tersebut hanyalah sebagai ujian ketaatan bagi umat manusia kepada Allah SWT. dan Rasulnya.

Hal yang paling penting dilakukan dalam ibadah shalat adalah ketulusan hati dalam menjalankan perintahnya, dengan kerendahan hati memohon petunjuk jalan yang lurus kepadanya. Karena pemaknaan arah kiblat bukanlah baitul maqdis atau ka’bah (karena keduanya di sisi Allah sama), akan tetapi urgensi dari pemaknaan kiblat adalah ketulusan dan kerendahan hati dalam menghadap dan menyembah Allah SWT.

Sebagaimana dijelaskan di atas, setelah kurang lebih 16 atau 17 bulan Rasulullah SAW. berada di Madinah dan selalu shalat menghadap ke baitul maqdis, akhirnya turunlah wahyu Allah SWT. yang memerintahkan Rasulullah SAW. dan umatnya untuk memindahkan kiblat mereka dari baitul maqdis ke baitullah atau masjidil haram sebagai respon atas do’a dan keinginan Rasulullah SAW. untuk menghadap ke ka’bah.

Pada waktu itu tepatnya pada bulan Rajab tahun 2 H, Rasulullah SAW. sedang melaksanakan shalat dzuhur berjamaah bersama para sahabat, lalu turunlah wahyu QS. Al Baqarah ayat 144 untuk memindahkan kiblat dari baitul maqdis ke baitullah, lalu Rasulullah SAW. Berputar 180 derajat ke arah ka’bah (mengambil arah kanan) dan diikuti oleh para sahabat. Saat itu Rasulullah melaksanakan shalat di masjid Bani Salamah. Maka pasca kejadian itu masjid ini terkenal dengan sebutan masjid Qiblatain karena mempunyai dua arah kiblat, pertama kiblat ke baitul maqdis (sekarang sudah ditutup) kedua arah kiblat ke ka’bah (yang sekarang). Lalu pasca peristiwa itu juga tidak semua para sahabat ikut berjamaah dengan Rasulullah, yang mengakibatkan sebagian dari mereka ada yang belum tahu bahwa arah kiblat sudah berpindah, namun pada akhirnya mereka juga diberi tahu oleh para sahabat lainnya, sehingga sampai dengan sekarang bahwa menghadap kiblat itu menghadap ke baitullah (ka’bah) yang berada di kota Makkah.

Baca Juga: 6 Langkah mudah menentukan arah kiblat dengan kompas dan busur derajat

Nahh.. bagaimana sahabat sudah tahukah alasan kenapa kita shalat harus menghadap ke ka'bah?
Itulah kiranya yang bisa saya bahas pada artikel ini, semoga bermanfaat..
Terima kasih..
Share:

Download buku Ephemeris 2022

 Ilmu Falak

 Buku Ephemeris

Adalah Buku yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama RI. Di dalamnya memuat data-data matahari dan bulan secara lengkap. Buku ini juga dilengkapi data daftar gerhana matahari, bulan, waktu ijtima, tinggi hilal, dan data posisi matahari dan bulan (lengkap satu tahun).

Buku Ephemeris ini banyak versi, tergantung tahun yang berjalan, artinya Kementrian Agama senantiasa Realis buku ini setiap tahunnya, karena data matahari setiap tahunnya itu berubah, jangankan satu tahun setiap jam pun data matahari ini selalu berubah. 

Buku ini sangat membantu bagi mahasiswa khususnya yang mengambil mata kuliah Ilmu Falak, karena besar kaitannya dengan perhitungan pada Ilmu Falak, semisal perhitungan waktu shalat, gerhana matahari, bulan dan lain sebagainya.

Baca juga :

Di sini saya menyajikan Buku Ephemeris Hisab Rukyat 2022 pdf yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama RI.

Silahkan bagi anda yang ingin memiliki buku ini format pdf, tinggal Download saja di bawah :

Download Buku Ephemeris 2022 pdf

Semoga artikel ini memberikan manfaat bagi para pembaca.

Terimakasih…

Share:

Pengertian ulum quran

 


A.Pengertian ‘Ulumul al-Qur’an

Ulumul Quran berasal dari Bahasa Arab yang merupakan gabungan dua kata (idhafi),

yaitu “Ulum” dan ”Al-Qur’an”. Kata Ulum secara etimologi merupakan bentuk jamak dari kata 

ilmu, yang berasal dari kata “ ‘alima-ya’lamu-‘ilman “, ilmu merupakan bentuk isim masdar

yang artinya pengetahuan dan pemahaman, maksudnya pengetahuan ini sesuai dengan makna 

dasarnya, yaitu “Al-fahmu Wa al-idrak” (pemahaman dan pengetahuan). Kemudian, 

pengertiannya dikembangkan pada berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah. Kata 

ilmu juga berarti “idrak al-syai’i bi haqiqatih” (mengetahui dengan sebenarnya). 

Adapun kata Qur’an, dari segi isytiqaqnya, terdapat beberapa perbedaan pandangan dari 

para ulama, antar lain, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh Muhammad bin Muhammad 

Abu Syaibah (1992) dalam Kitab Al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim, sebagai berikut : 

1. Qur’an adalah bentuk masdar dari qara’a, yang berarti “bacaan”. Kemudian kata ini 

selanjutnya dijelaskan lagi, sebagaimana bagi kitab suci yang diturunkan oleh Allah 

SWT. Kepada Nabi Muhammad saw, pendapat ini didasarkan pada firman Allah SWT 

yang Artinya, “Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya”

(QS. Al Qiyamah : 18). Antara lain yang berpendapat demikian adalah Syaikh Al-Lihyan 

(w. 215 H). 

2. Qur’an adalah kata sifat dari kata al-qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan, yang. 

selanjutnya digunakan sebagai nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi 

Muhammad Saw, alasan dikemukakannya adalah karena Al-Qur’an terdiri dari 

sekumpulan seluruh surat dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan larangan, dan juga 

karena Al-Qur’an itu merupakan kumpulan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan 

sebelumnya. Pendapat ini, antara lain dikemukakan oleh Imam al-Zujaj (w.311 H).

3. Kata al-Qur’an adalah isim alam, bahkan kata bentukkan dan sejak awal digunakan 

sebagai nama bagi kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad 

Saw, pendapat ini diriwayatkan dari Imam Syafi’i (w.204 H). 

Menurut Syaikh Abu Syahbah, dari ketiga pendapat di atas, yang paling tepat adalah 

pendapat yang pertama. yakni bahwa Al-Qur’an dari segi isytiqaqnya, adalah bentuk masdar dari 

kata qara’a. Sedangkan Al-Qur’an menurut istilah, antara lain, adalah : Firman Allah swt yang 

diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang memiliki kemukjizatan lafal, membacanya 

bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam mushhaf, dimulai dengan 

Surah al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah al-Nas. (Syaikh Muhammad Abu Syahbah : 1992). 

Menurut beberapa Ulama Ushul, Ulama Fiqh, dan Ulama Bahasa, Al-Qur’an adalah 

Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang lafadzh-lafadzhnya 

mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, 

dan ditulis pada mushaf, mulai dari Surat Al-Fatihah sampai Surat An-Nas. 

Gabungan kata Ulum dengan kata Al-Qur’an memperlihatkan adanya penjelasan tentang 

jenis-jenis ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Al-Qur’an; ilmu yang bersangkutan 

dengan pembelaan tentang keberadaan Al-Qur’an dan permasalahannya; berkenaan dengan 

proses hukum yang terkandung didalamnya; berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradat dan 

lafal Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai way of life tentunya memahami dinamika kehidupan, 

kemasyarakatan, hukum-hukum pidana, dan sebagainya. 

Pengertian Ulumul al-Qur’an secara istilah memiliki definisi yang berbeda-beda. Hal ini 

disebabkan pada fokus masing-masing keilmuan dari para ahli. Dan berdasarkan pengertian 

secara etimologis dan istilah yang telah dipaparkan, maka Ulumul al-Qur’an memiliki makna 

ganda yaitu makna idhafi (gabungan dua kata) dan makna alam (nama diri). Syekh Abdurrahman 

mengemukakan bahwa Ulumul Qur’an mempunyai arti sebagai idlofi dan jika diistilahkan secara 

idlofi, maka kata ‟Ulum” diidlofahkan kepada kata “Qur’an” yang mempunyai pengertian yang 

sangat luas sekali, yaitu segala ilmu yang relevansinya dengan Al-Qur’an . yang bisa dilihat pada 

paparan berikut:. a. Makna idhafi 

 Penggabungan kata “Ulum” dengan kata “Al-Qur’an” menunjukkan arti yang luas 

meliputi semua unsur yang ada dalam Al-Qur‟an itu sendiri yang meliputi ilmu-ilmu diniyah dan 

ilmu-ilmu kauniyah ,inilah yang dinamakan makna idhafi. Hal ini memiliki potensi ilmu 

pengetahuan yang berhubungan dengan Al-Qur‟an,ilmu yang bersangkutan dengan pembelaan 

tentang keberadaan Al-Qur‟an dan permasalahannya,berkenaan dengan proses hukum yang 

terkandung di dalamnya,berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradat lafal Al-Qur‟an,Al-

Qur‟an sebagai pandangan hidup dalam menjalani dinamika kehidupan,hukum-hukum dan 

sebagainya Ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut semua bersumber pada Al-

Quran dan sebagai salah satu metode untuk mengetahui kemukjizatan Al-Qur‟an, seperti 

1. Ilmu Tafsir 

2. Ilmu Qiraa’at 

3. Ilmu Rasmil Usman 

4. Ilmu I’jazil Qur’an 

5. Ilmu Asbabin Nuzul 

6. Ilmu Astronomi 

7. Ilmu Hukum 

8. Ilmu Alam 

9. Ilmu Tajwid 

10. Ilmu Fiqih 

11. Ilmu Tauhid 

12. Ilmu Fara’id 

13. Ilmu Tata Bahasa 

14. Ilmu Sains dan lainnya.

b.Makna ‘Alam(Metodologi Kodifikasi). 

Definisi Ulumul Qur’an ditinjau dari ma’na alam adalah suatu ilmu yang membahas Al-

Qur’an yang berkaitan langsung dengan Al-Qur’an itu sendiri, termasuk berkaitan dengan tujuan 

diturunkan, upaya pengumpulan bacaan, penafsiran, nasikh mansukh, nasikh-mansukh, 

asabuabun nuzul, ayat-ayat makiyyah madaniyah . 

diantara yang termasuk ma’na alam diantaranya adalah :

1. Ilmu Tafsir 

2. Ilmu Qiraa’at 

3. Ilmu Rasmil Usman 

4. Ilmu I’jazil Qur’an 

5. Ilmu Asbabin Nuzul 

6. Ilmu I’robil Qur’an 

7. Ilmu Nasikh-mansukh 

8. Ilmu Gharibil Qur’an 

9. ‘Ulumuddin dan masih banyak lagi 

B. Sejarah dan Perkembangan Ulumul Qur’an

Sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus, 

melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah Ulumul Qur’an itu sendiri 

tidak dikenal pada masa awal pertumbuhan Isam. Istilah ini baru muncul pada abad ke 3, tapi 

sebagaian ulama berpandangan bahwa istilah ini lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada 

abad ke 5. (Wahyudin dan Saifulloh - 26 jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 6 No.1, Juni 2013 ).

Karena Ulumul Qur’an dalam arti, sejumlah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an, baru 

muncul dalam karya Syaikh Ali bin Ibrahim al-Huiy (w.340 H ), yang berjudul al-Burhan fiy 

Ulum al-Qur’an

Untuk mendapatkan gambaran tentang perkembangan Ulumul Qur’an, berikut ini akan diuraikan 

secara ringkas sejarah perkembangannya. 

Pada masa Rasulullah Saw, hingga masa kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar (12 H–13 H) 

dan Sayyidina Umar (12 H-23H) Ilmu Al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan. Ketika zaman 

kekhalifaan Sayyidina Usman (23H-35H) dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang 

non Arab, pada saat itu Sayyidina Usman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegangan 

pada mushaf induk, dan membakar mushaf lainnya dan mengirimkan mushaf ke beberapa daerah 

sebagai pegangan. Dengan demikian, usaha yang dilakukan oleh Sayyidina Usman dalam 

mereproduksikan naskah Al-Qur’an, yang berarti beliau telah meletakkan dasar Ilmu Rasm al-

Qur’an (Subhiy Salih: 1977). 

Selanjutnya, pada masa kekhalifaan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, (35H-40H) beliau 

telah memerintahkan Imam Abu al-Aswad al-Duwali (w.69 H) untuk meletakkan kaidah-kaidah 

Bahasa Arab (Nahwu). Usaha yang dilakukan oleh Sayyidina Ali tersebut, dipandang sebagai 

peletakan dasar Ilmu I’rab al-Qur’an. Adapun tokoh-tokoh yang berjasa dalam menyebarkan 

Ulumul Qur’an melalui periwayatan, adalah : 

1. Khulafa al-Rasyidin, Sahabat Ibnu Abbas, Sahabat Ibnu Mas‟ud, Sahabat Zaid bin 

Tsabit, Sahabat Ubai bin Ka‟ab, Sahabat Abu Musa al-Asya’ari, dan Sahabat 

Abdullah bin Zubair. Mereka merupakan dari golongan sahabat. 

2. Imam Ibnu Mujahid, Imam Ata, Imam Ikrimah, Imam Qatadah, Imam Hasan 

Basri, Imam Said bin Jubair, dan Imam Zaid bin Aslam. Mereka adalah golongan 

tabi’in di Madinah. 

3. Imam Malik bin Anas, dari golongan tabi’t tabi’in, beliau memperoleh ilmunya 

dari Imam Zaid bin Aslam. 

Beliau-beliau inilah yang dianggap orang-orang yang meletakkan apa yang 

sekarng ini dikenal dengan Ilmu Tafsir, Ilmu Asbabun nuzul, Ilmu Nasikh dan

Mansukh, Ilmu gharib al-Qur’an, dan lain-lain. (Al Zarqaniy : 30 – 31) Pada abad kedua hijriah, upaya pembukuan Ulumul Qur’an mulai dilakukan, namun pada 

masa ini perhatian ulama lebih banyak terfokus pada tafsir. Diantara ulama tafsir pada masa ini 

adalah : imam Sufyan As- Saury (w.161 H), Imam Sufyan bin Uyainah (w.198 H). wakil-wakil 

Imam al-Jarah (w.197 H),Imam Sybah bin al-Hajjaj (w.160 H), Imam Muqatil bin Sulaiman 

(w.150 H). Tafsir-tafsir mereka umumnya memuat pendapat-pendapat sahabat dan tabi‟in. (Abu 

Syahbah: 1992). 

Pada masa selanjutnya, abad ke 3 H, muncullah Imam Muhammad Ibnu Jarir At-Tabariy 

(w.310H) yang menyusun kitab tafsir yang bermutu bernama Tafsir at-Tabary karena banyak 

memuat hadis-hadis sahih, ditulis dengan rumusan yang baik. Di samping itu, juga memuat i’rab 

dan kajian pendapat. Pada masa ini juga telah disusun beberapa Ulumul Qur’an yang masing-

masing berdiri sendiri,yang diantaranya adalah : 

Imam Ali Ibnu Al-Madiniy (w.234 H) menyusun kitab tentang Ilmu Asbabun Nuzul, 

Imam Abu Ubaid Al-Qasim Ibnu Sallam (w.224 H) menyusun kitab tentang Ilmu Nasikh dan 

Mansukh. Ada pula Imam Ibnu Qutaibah (w.276 H) menyusun kitab tentang Musykil Al-Qur’an, 

Imam Muhammad bin Ayyub al-Darls (294 H) menyusun tentang ayat yang turun di Mekah dan 

Madinah. Dan ada Imam Muhammad Ibnu Khalf Ibnu Al-Mirzaban (w.309) menyusun Kitab Al-

Hawiy fiy Ulumul Qur’an. (Subhiy Salih: 1977) 

Pada abad ke 4 H, lahir beberapa Kitab Ulumul Qur’an, seperti : Aja’ib Ulum al-Qur’an

karya Syekh Abu Bakar Muhammad Ibnu Al-Qasim Al-Anbary (w.328 H), dalam kitab ini 

dibahas tentang kelebihan dan kemuliaan Al-Qur’an, turunnya Al-Qur’dalam tujuh huruf 

(Sab’atu Ahruf), penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan kata dalam Al-Qur’an. Di samping 

itu, Imam Abu Hasan Al-Asy’ary (w.324 H) juga menyusun Kitab Al-Mukhtazan fiy Ulum al-

Quran, adapula Imam Abu Bakar Al-Sajastaniy (w.330 H) menyusun kitab tentang Garib al-

Qur’an, dan juga ada Imam Abu Muhammad Al-Qasab Muhammad Ibnu Ali Al-Karkhiy 

(w.sekitar 360 H) menyusun Kitab Nakt al-Qur’an al-Dallah al-Bayan fiy Anwa Al-Ulum wa Al-

Ahkam Al-Munabbiah’an Ikhtilaf Al-Anam. Pada masa ini juga Syaikh Muhammad Ibnu Ali Al-

Adfawiy (w.388 H) menyusun Kitab Al-Istigna’ fiy Ulum a-lQur’an. Dan Demikianlah 

perkembangan Ulumul Qur’an pada abad pertama hingga abad keempat,

Selanjutnya, pada pada abad ke 5 muncullah Syaikh Ali bin Ibrahim Ibnu Sa’id Al-Hufiy 

(w.430 H) yang menghimpun bagian-bagian dari Ulumul Qur’an dalam karyanya kitab Al-

Burhan fiy Ulum al-Qur’an. Dalam kitabnya ini, beliau membahas Al-Qur’an menurut surah 

dalam mushaf, selanjutnya beliau menguraikannya berdasarkan tinjauan Nahwu dan Lughah, 

kemudian mensyarahnya dengan Tafsir bil Matsur dan Tafsir bil Ma’qul, lalu dijelaskan pula 

tentang waqaf (aspek qira’at), bahkan tentang hukum yang terkandung dalam ayat. Atas dasar 

inilah maka uluma menganggap Imam Al-Hufiy sebagai tokoh pertama yang membukukan 

Ulumul Qur’an.(Manna al Qattan : 1973) 

Selanjutnya, pada abad ke-6, Imam Ibnu Al-Jauziy (w.597 H) menyusun Kitab Funun al-

Afinan fiy Ulum al-Qur’an, dan kitab Al-Mujtaba fiy Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an. Selanjutnya 

disusul oleh Syaikh Alamuddin al-Sakhawiy (w.641 H) pada abad ke 7 H dengan kitabnya yang 

berjudul Jamal al-Qurra wa Kamal al-Iqara, kemudian ada Imam Abu Syamah (w.665 H) 

menyusun Kitab Al-Mursyid al-Wajid fiy Ma Yata’allahq bi al-Qur’an al-Aziz. Pada abad ke 8 

Imam Az-Zarkasyi (w.794 H) juga menyusun Kitab Al-Burhan fiy Ulum al-Qur’an. Lalu pada 

abad 9, Imam Jalaluddin Al-Bulqniy (w.824 H) menyusun Kitab Mawaqi’ al-Ulum fiy Mawaqi 

al-Nujum. Pada masa ini pula Imam Jalaluddin As-Suyuty (w.911 H) menyusun Kitab Al-Tahbir 

fiy Ulum al-Tafsir dan Kitab Al-itqan fiy Ulum al-Qur’an. Setelah wafatnya Imam As-Sayuti 

pada tahun 911 H, seolah-olah perkembangan Ulumul Qur’an telah mencapai puncaknya, 

sehingga tidak terlihat penulis-penulis yang memiliki kemampuan seperti beliau. Hal ini menurut 

Ramli Abdul Wahid (1994) disebabkan karena meluasnya sikap taklid di kalangan umat Islam, 

yang dalam sejarah ilmu-ilmu agama umumnya mulai berlangsung setelah masa Imam As-Sayuti 

(awal abad ke -10 H) sampai akhir abad ke-13 H.

Selanjutnya, sejak penghujung abad ke-13 H hingga saat ini, perhatian ulama terhadap 

Ulumul Qur’an mulai bangkit kembali. Pada masa ini pembahasan dan pengkajian Al-

Qur’antidak hanya terbatas pada cabang-cabang „Ulumul Qur’an yang ada sebelumnya, 

melainkan telah berkembang, misalnya menerjemahkan Al-Qur’an kedalam bahasa asing. Dan 

juga telah disusun berbagai Kitab Ulumul Qur’an, diantaranya ada yang mencakup bagian-

bagian (cabang-cabang) Ulumul Qur’an secara keseluruhannya, dan ada pula yang hanya 

sebagian. Diantaranya ulama yang menysuusn kitab Ulumul Qur’an yang mencakup sebagian 

besar cabang-cabangnya adalah Syaikh Tahir Al-Jazayiri dalam Kitab Al-Tibyan li Ba‟d al-

Mabahis Al-Muta’alliqah bi al-Qur’an pada tahun 1335 H. begitu pula Syaikh Mahmud Abu 

Daqiqah, seorang ulama besar Al-Azhar, yang menyusun kitab tentang Ulumul Qur’an. Setelah 

itu, Syaikh Muhammad Ali jugs menyusun Kitab Manhaj al-Furqan fiy Ulum al-Qur’an yang 

mencakup berbagai cabang ilmu-ilmu Al-Qur’an. Kemudian disusul oleh Syaikh Muhammad 

Abdul Azim Az-Zarqaniy dengan Kitab Manihil irfan Fiy Ulum alQur’an. Selanjutnya ada 

Syaikh Ahmad Aliy yang menyusun Kitab Muzakkirah Ulum al-Qur’an dan Imam Subhi Salih 

menyusun Kitab Mabahis fiy Ulum Qur’an.(Syaikh Manna al Qattan :hal. 15). Kitab-kitab lain 

yang juga lahir pada masa ini adalah Mahabis fiy Ulum al-Qur’an, karya Syaikh Manna’ Al-

Qattan, dan Al-Tibyan fiy Ulum al-Qur’an, karya Syaikh Ali Al-Saboni, Ulum al-Qur’an wa al-

Hadis, karya Syaikh Ahmad Muhammad Ali Daud. Dalam bahasa Indonesia dikenal pula T.M. 

Hasbi Shiddieqy dengan karyanya : Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.Tokoh-tokoh Ulumul Qur’an dan karyanya Pada bagian terdahulu telah dikemukakan 

sejumlah tokoh Ulumul Qur’an berikut karya ilmiahnya. Di antara mereka terutama yang hidup 

sebelum abad ke-5 H, hanya membahas bagian-bagian tertentu dari Ulumul Qur’an. Maka pada 

bagian ini akan dikemukakan sejumlah tokoh yang membahas Ulumul Qur’an dengan 

merangkum cabang-cabang Ulumul Qur’an dalam karya-karya mereka. Dan kitab-kitab mereka 

inilah yang sebenarnya disebut Kitab Ulumul Qur’an, 

Tokoh-tokoh yang dimaksud : 

1. Syaikh Ali Ibnu Ibrahim bin Sa’id Al-Hufiy (w.430 H) karyanya : Al-Burhan fiy Ulum al-

Qur’an. 

2. Syaikh Ibnu Al-Jauziy (w.597 H), karyanya : Funun al-Afinan fiy Aja’ib Ulum wa al-Mujtaba’ 

fiy Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.

3. Syaikh Abu Syamah (w.665 H), karyanya : al-Mursyid al-Wajiz Fi Ma Yata’allaq bi al-

Qur’an al-Aziz. (Wahyudin dan Saifulloh – 30 Jurnal Sosial Humaniora, Vol 6 No.1, Juni 

2013) 

4. Syaikh Badruddin Az-Zarkasyi (w.794 H) karyanya : Al-Burhan fiy Ulum al-Qur’an

5. Imam Jalaluddin As-Sayuti (w.911 H). Karyanya : Al-Tahbir fiy Ulum al-Tafsir dan Al-Itqan 

fiy Ulum al-Qur’an. 

6. Syaikh Tahir Al-Juzairi, dengan kitab : Al-Tibyan fiy Ulum al-Qur’an

7. Syaikh Muhammad Ali Salamah,dengan karyanya : Manhaj al-Furqan fiy Ulum al-Qur’an

8. Syaikh Muhammad Abdul Azim Az-Zarqaniy, karyanya : Manahil irfan fiy Ulum al-Qur’an. 

9. Syaikh Ahmad Ali, karyanya : Muzakkarah Ulum al-Qur’an. 

10. Syaikh Subhi Salim, karyanya : Mabahis fiy Ulum al-Qur’an.

11. Syaikh Manna al-Qattan, karyanya : Mabahis fiy Ulum al-Qur’an.

12. Syaikh Ahmad Muhammad Ali Daud, karyanya : Ulum al-Qur’an wa al-Hadis. 

13. Syaikh Abu Bakar Ismail, Dirasat fiy Ulum al-Qur’an.

14. Syaikh Muhammad Ali As-Sabuniy, al-Tibyan fiy Ulum al-Qur’an.

Sebenarnya masih banyak lagi tokoh dan kitab yang membahas tentang Ulumul Qur’an, namun 

tokoh-tokoh yang telah disebutkan inilah yang lebih dikenal, dan buku-buku mereka menjadi 

rujukan bagi penulis dan peneliti tentang Ulumul Qur’an saat ini. Diantara mereka yang paling 

terkenal adalah Imam As-Suyuti dengan kitabnya Al-Itqan. Kitab ini terdiri atas dua juz, dan 

membahas 80 jenis Ulumul Qur’an. begitu pula Imam Az-Zarkasyi yang lebih dahulu daripada 

Imam As-Suyuti, dalam kitabnya al-Burhan fiy Ulum al-Qur’an yang terdiri dari 4 jilid beliau 

membahas 47 jenis Ulumul Qur’an. 


Share:

Definition List

Unordered List

MagPress-banner-728×90

Support