Satu lagi ulah si Teknologi: Hukum pernikahan menggunakan alat Elektronik

Di dalam diriku terkandung dogma-dogma, sistem, ajaran-ajaran yang absolut dan mutlak benar untuk keimanan seseorang, sehingga membuat para penganutku mudah bersikap dogmatis, fanatik, sempit pemikiran dan pandangan, Aku adalah Agama.
Eksistensiku sebagai penyandang mayoritas di bumi pertiwi, aku digadang-gadang sebagai Rahmatan Lil 'Alamin, kendati demikian acap kali aku dianggap oleh sebagian orang sebagai penghambat terhadap perkembangan dan pembangunan negri ini, Aku adalah Islam.
Hampir dan bahkan mungkin semua orang di bumi ini mengharapkan perkembanganku, karena aku bisa mempermudah penduduk bumi dalam memenuhi keinginan serta kebutuhannya dan bahkan aku bisa mengubah gaya hidup seseorang, negara bahkan dunia sekalipun, Aku adalah Teknologi.
Selanjutnya seseorang menyatukan antar ketiga elemen Aku ini ke dalam sebuah artikel yang saling berkaitan satu sama lain dan berfaidah, sehingga memberikan pengetahuan mengenai sebuah permasalahan hukum Munakahat. Kira-kira seperti ini:


Seiring perkembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi maka semakin banyak juga permasalahan yang timbul di masyarakat sejalur dengan perkembangannya menuju masyarkat yang maju dan modern. Tak bisa dipungkiri orang-orang menyambut dengan baik akan perkembangan teknologi ini, terbukti dengan banyaknya orang yang memakai alat-alat hasil dari berkembangnya teknologi. Permasalahannya adalah bagaimana jadinya apabila teknologi ini menyentuh nilai-nilai paling fundamental dalam Agama Islam.
Islam yang mengatur segala prosesi peribadahan bagi pemeluknya yang selalu menjadi sasaran dari perkembangan teknologi, termasuk Islam mengatur dalam hal pernikahan/perkawinan, jelasnya tentang permasalahan bagaimana hukumnya menikah dengan menggunakan alat elektronik. Dari berbagai permasalahan yang kaitannya dengan perkembangan teknologi kiranya ada dua solusi, antara hukum yang mengikuti (menyesuaikan) perkembangan zaman/teknologi dengan berbagai permasalahannya dan atau tetap berpegang teguh mengikuti pada aturan hukum terdahulu.
Berawal dari sebuah kasus orang tua yang menikahkan anak perempuannya dengan seorang laki-laki bakal calon suami anaknya yang berada di Amerika. Awal rencana pernikahan kedua keluarga sepakat berkeinginan melangsungkan prosesi pernikahan anaknya di Jakarta, akan tetapi pada waktu hari pernikahannya tiba, calon pengantin laki-laki tidak bisa hadir ke Jakarta karena ada beberapa kendala, sehingga seorang wali mengambil tindakan untuk menikahkannya melalui Handphone via Vidio Call.
Kasus serupa terjadi di Cirebon, seorang kakak menikahkan adik kandungnya dengan seorang pria yang kedua-duanya berada di Inggris. Karena atas pertimbangan waktu dan biaya yang tidak sedikit apabila keduanya dipulangkan ke Cirebon, akhirnya pernikahan dilaksanakan melalui Vidio Call.
Kejadian ini tentunya menimbulkan berbagai kontroversi (Khilafiyah) dikalangan Ulama, terutama Ulama-ulama tradisional yang notabene berpegang teguh pada hukum dan aturan tekstual yang dianggapnya sebagai aturan yang baku dan permanen.


Menyikapi permasalahan ini, bahwa merujuk kepada pendapat-pendapat yang berkembang pada Bahsul Masail tentang permasalahan yang ada di dalam hukum Munakahat tentang pernikahan/perkawinan menggunakan alat elektronik baik via Vidio Call, Zoom, G.meet dan lain sebagainya tidak mencapai sepakat. Artinya sebagian berpendapat bahwa hukumnya tidak sah, atas dasar karena pernikahan itu adalah ibadah terutama akad nikah, lalu wali, calon pengantin dan sekurang-kurangnya dua orang saksi yang dapat mendengar, melihat, berbicara harus ada di dalam majlis yang sama. Apabila wali ataupun calon suami berhalangan hadir maka sudah ada solusinya yang diatur dalam kitab Fiqih, yaitu dengan Taukil, Wali Hakim atau Wali Muhakkam sesuai dengan kasusnya masing-masing, bukan dengan alat elektronik baik via Vidio Call, Zoom, G.meet dan lain sebagainya.
Sebagian lagi berpendapat bahwa kasus yang demikian tetap dihukumi sah, karena atas dasar selama kedua belah pihak tidak meragukan bahwa pelaku yang menikah adalah benar-benar orang yang bersangkutan, dan dengan atas dasar bahwa yang dimaksud dengan satu majlis adalah satu waktu. Maka atas dasar pertimbangan bahwa pernikahan itu adalah ibadah, tapi di sisi lain pernikahan juga Mu'amalah, peserta Bahsul Masail menyimpulkan bahwa pernikahan menggunakan alat elektronik baik via Vidio Call, Zoom, G.meet dan lain sebagainya hukumnya sah, karena dipandang sudah memenuhi syarat dan rukun pernikahan.

2 comments: